Pada tahun 1943 ada sekelompok pendatang yang berhijrah mencari lahan pertanian dengan berjalan kaki menempuh perjalanan sejauh 15 km dari ibukota kecamatan, waktu itu belum ada jalan, sehingga harus menempuh beberapa hari untuk sampa ke tempat tujuan, mereka melintasi sungai yang bernama krueng inong dan krueng agam, dalam perjalanan melintasi sungai dan disengaja bekal yang mereka bawa (beras) terjatuh ke dalam sungai hingga beras yang dibawa menjadi basah, sehingga beras tersebut harus dijemur dengan menggunakan tempat jemuran beras (breuh) dari bambu (panteue, bahasa Aceh), dari situlah sekelompok orang menetap dan dinobatkan menjadi nama sebuah gampong yaitu Gampong Panteue Breuh, kemudian pada masa orde baru nama gampong tersebut diubah dengan melihat kawasan gampong yang dekelilingi oleh sungai dan tempat keluarnya air dari gunung ke sungai agam dan sungai inong, sehingga diberi nama menjadi Gampong Abah Lueng (mulut sungai)